Tadabbur Surat Al - Humazah ( surah ke - 104 )


وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ . الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ . يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ . كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ . وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ . نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ . الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ . إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ . فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ




Artinya:

Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.



Surat al-Humazah ini adalah Makkiyah (diturunkan pada periode sebelum hijrah). Sebagaimana hal itu dijelaskan oleh para Ulama Tafsir seperti al-Qurthuby.


Tadabbur Surat Al - Humazah



Asbabun Nuzul


Asbabun Nuzul Surat Al Humazah dijelaskan oleh Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir. Muqatil mengatakan, surat ini turun mengenai Walid bin Mughirah. Dia selalu menggunjing Rasulullah ketika tidak berada di hadapan beliau dan mencela ketika berada di hadapan beliau.


Tak hanya Walid bin Mughirah, Umayyah bin Khalaf juga melakukan itu. Karenanya Muhammad bin Ishak dan Suhaili menyebut asbabun nuzul Surat Al Humazah terkait perbuatan Umayyah bin Khalaf.


Abu Hayyan menyebut nama lebih banyak. “Surat ini turun mengenai Akhnas bin Syariq, Ash bin Wail, Jaamil bin Mu’ammar, Walid bin Mughirah atau Umayyah bin Khalaf. Itu beberapa pendapat yang ada. Mungkin juga surat ini turun mengenai mereka semua. Dengan demikian, secara umum surat ini ditujukan kepada semua orang yang memiliki sifat-sifat ini."



Surat Al Humazah ayat 1


وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ


Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,



Kata wail (ويل) digunakan untuk menggambarkan kecelakaan dan kenistaan. Juga untuk mendoakan seseorang agar mendapatkan kecelakaan. Kata wail biasa diartikan kecelakaan. Dan banyak dipahami ulama sebagai kecelakaan yang akan terjadi di masa depan. Maka ayat pertama ini mengandung ancaman, bahwa akan celakalah humazah dan lumazah.


Ada pula yang berpendapat bahwa wail adalah nama satu lembah di neraka. Sehingga humazah dan lumazah akan disiksa di sana.


Kata humazah (همزة) merupakan bentuk jamak dari hammaaz (هماز). Ia berasal dari kata al hamz (الهمز) yang artinya tekanan dan dorongan yang keras. Huruf hamzah dinamai demikian karena ketika mengucapkannya posisi lidah berada di ujung tenggorokan sehingga dibutuhkan dorongan. Hamazatis syayathin (همزات الشياطين) berarti dorongan-dorongan syetan untuk melakukan kejahatan.


Dari arti itu, humazah berkembang menjadi mendorong orang lain dengan lisan. Yakni menggunjing, mengumpat dan mencela orang lain tidak di hadapannya.


Sedangkan kata lumazah (لمزة) merupakan bentuk jamak dari lammaaz (لماز). Ia berasal dari al lamz (المز) yang digunakan untuk menggambarkan ejekan yang mengundang tawa. Sebagian ulama mengartikan lumazah adalah mengejek dengan menggunakan isyarat mata atau tangan disertai kata-kata yang diucapkan secara berbisik.


Ibnu Katsir menafsirkan, humazah mencela dengan ucapan. Sedangkan lumazah mengejek dengan perbuatan.


Dalam Tafsir Al Munir dijelaskan, humazah adalah menggunjing dan mencela kehormatan manusia. Sedangkan lumazah artinya menghina, biasanya dengan isyarat alis, mata dan tangan.


Keduanya, humazah dan lumazah, akan celaka. Mereka akan disiksa dengan siksaan pedih karena perbuatannya. Ancaman ini tidak hanya berlaku bagi Walid bin Mughirah dan Umayyah bin Khalaf, namun juga berlaku bagi semua humazah dan lumazah baik yang hidup di masa dulu, masa kini maupun masa yang akan datang.



Surat Al - Humazah ayat 2

الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ

yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya


Pada ayat ini dijelaskan sifat tercela yang lain yaitu ambisi tinggi dalam mengumpulkan harta dan sangat kikir/ pelit.

Saking cintanya yang mendalam pada harta ia selalu menghitung-hitung ulang hartanya untuk memastikan tidak berkurang. Pagi dihitung, siang dihitung ulang, malam pegang kalkulator lagi (disarikan dari penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin). Bukan setiap penghitungan harta tercela. Justru kadangkala menjadi wajib atau sebaiknya dilakukan. Seperti menghitung harta untuk membayar zakat atau menghitung harta yang menjadi tanggungannya untuk memberi bagian pihak yang kerjasama bagi hasil dengannya agar tidak terdzhalimi sedikitpun, dan lainnya. 


Surat Al Humazah ayat 3


يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ


dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya,



Inilah panjang angan-angan itu. Ia tertipu dengan dunia sehingga merasa bahwa hartanya itu akan  membuatnya kekal.


Kata akhladahu (أخلده) berasal dari kata al khuld (الخلد) yang artinya kekal. Dalam ayat ini digunakan bentuk kata kerja lampau (fi’il madhi) tetapi maksudnya adalah masa datang (mudhari’). Mengisyaratkan persangkaannya itu sangat mantap seperti kepastian yang pasti terjadi. Ia merasa selamanya akan dalam kondisi itu, banyak harta, banyak pengikut, memiliki kekuasaan.


Mungkin saja ia masih sadar bahwa dirinya akan mati. Tetapi ia tidak pernah menyiapkan bekal untuk menghadapi kehidupan setelah kematian. Seakan-akan ia hidup abadi di dunia ini dengan hartanya.


Banyaknya harta pada dirinya menyebabkan ia panjang angan-angan, seakan-akan ia akan hidup selamanya: ingin beli ini, kemudian beli itu, kemudian bikin bangunan ini, dan keinginan duniawi lainnya. 


Setiap manusia sangat yakin akan datangnya kematian. Namun kebanyakan amal perbuatannya tidak menunjukkan keyakinan bahwa ia akan mati. Terus menerus menumpuk harta dan kemewahan dunia, lupa dengan akhirat.



Surat Al Humazah ayat 4


كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ


sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.



Allah menegaskan bahwa apa yang ia sangka benar-benar keliru. Ia tidak mungkin kekal di dunia ini. Bahkan orang yang suka mengumpulkan harta dan suka mencela itu akan dilemparkan ke dalam neraka.



Kata al huthamah (الحطمة) berasal dari kata hathama (حطم) yang artinya hancur. Dengan demikian secara bahasa, al huthamah artinya sangat menghancurkan dan membinasakan.


al-Huthomah adalah salah satu nama Neraka. Disebut al-Huthomah dari kata hathoma (huruf inti: ha’-tho’-mim) yang artinya : penghancur atau pembinasa. Dinamakan demikian karena setiap orang yang dilemparkan ke dalamnya akan hancur dan luluh lantak binasa. Sebagaimana jika semut-semut diinjak-injak, dilindas, dan digilas oleh rombongan pasukan berkendaraan maupun berjalan kaki.



Surat Al Humazah ayat 5 


وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ



Tahukah kalian apakah al-Huthomah itu?


“tahukah kalian apakah al-Huthomah itu” adalah ungkapan untuk membangkitkan kengerian dan ketakutan yang dahsyat terhadapnya. Bahwa itu bukanlah suatu hal yang biasa, namun justru di luar akal manusia untuk menjelaskannya. 




Surat Al Humazah ayat 6

نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ



 (Yaitu) Api Allah yang dinyalakan


Api tersebut dinyalakan atas perintah Allah, bukan api yang dinyalakan oleh raja-raja dunia. Sehingga tentu saja akibat adzab yang ditimbulkannya tidak bisa dibayangkan, sungguh sangat mengerikan dan menakutkan (lihat penjelasan dalam Ruuhul Ma’aaniy karya al-Aluusiy dan Fathul Qodiir karya asy-Syaukaaniy).



Surat Al Humazah ayat 7 


الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ


yang (membakar) sampai ke hati.



Api ini membakar seluruh tubuhnya hingga hatinya. Hatinya dibakar sebab ia  adalah tempat kemusyrikan dan kekufuran. Hatinya dibakar karena menampung segala kedurhakaan.


Api dunia rasa panasnya dirasakan oleh kulit yang bersentuhan langsung dengannya saja, sedangkan api akhirat akan dirasakan hingga hati. Dalam kehidupan dunia, jika rasa sakit telah mencapai hati (jantung), maka itu akan menyebabkan kematian. Namun, di akhirat tidak ada kematian, hanya saja diibaratkan rasa sakit yang dahsyat itu seakan-akan seperti mengakibatkan kematian (disarikan dari Tafsir al-Qurthubiy).


Surat Al Humazah ayat 8


إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ


Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,



Hal ini semakna dengan firman Allah pada ayat terakhir dalam surat al-Balad:

عَلَيْهِمْ نَارٌ مُؤْصَدَةٌ

Di atas mereka api yang tertutup (rapat) (Q.S al-Balad ayat 20)

Qotadah –seorang Tabi’i- menjelaskan: tertutup (rapat) tidak ada cahaya dan tidak ada celah (sedikitpun) dan mereka (kaum kafir, pent) tidak bisa keluar darinya selama-lamanya (Tafsir Ibn Katsir surat al-Balad ayat 20)

Artinya, setelah masuk ke sana mereka tidak akan dikeluarkan lagi. Dikunci mati di dalamnya,” tulis Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar.

Sungguh sangat berat tak terperikan siksaan itu. Seorang yang dikurung dalam ruang sempit yang pengap saja sudah sangat menyiksa, bagaimana lagi jika dinyalakan api hingga terbakar di dalamnya. Ini kehidupan di akhirat, jelas lebih dahsyat dibandingkan rasa tersiksanya seorang yang terkurung dalam mobil atau kamar yang sempit tak ada ventilasi sedikitpun dan ia terbakar di dalamnya.
Semoga Allah melindungi kita semua dari hal itu.


Surat Al Humazah ayat 9 

فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ

Arti Kalimat: pada tiang-tiang yang dipancangkan (dibentangkan)

Muqatil Ibnu Hayyan menjelaskan, “Pintu-pintu neraka tertutup atas mereka. Kemudian neraka tersebut dikuatkan dengan tiang-tiang dari besi. Tidak ada satu pun pintu yang dibuka bagi mereka dan tidak ada udara yang masuk ke mereka.”


Tiang-tiang itu dibentangkan pada setiap sudut sehingga orang-orang yang diadzab itu tidak bisa membuka pintu atau keluar darinya (penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin dalam Tafsir Juz Amma)





Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Qur’an menyebutkan, lukisan pemandangan siksaan dalam surat ini sangat sesuai dengan tindakan mereka yang suka mengumpat dan mencela, suka mencaci dan memaki. Bahkan redaksi ayat dalam surat ini berbeda dari surat-surat lainnya. Tekanan suara pada lafal-lafal ayat menujukkan kekerasannya.


Begitu tegas Allah mengancam dan menunjukkan gambaran siksanya atas orang yang suka mengumpat dan mencela menunjukkan betapa hinanya tindakan mereka. Dan Dia mengingatkan kepada orang-orang beriman agar jangan sampai jiwa mereka dihinggapi moralitas yang hina dina ini.



Semoga menguatkan iman dan akhlak kita, terhindar dari sifat mengumpat dan mencela. Aamiin Yaa Rabbalalamin. 


Wallahu a’lam bish shawab.





referensi : 


-Bersamadakwah.net 

_Bekalislam.com


Komentar