Tampilkan postingan dengan label Tadabbur Al-Quran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tadabbur Al-Quran. Tampilkan semua postingan

Tadabbur : Al- Qoriah ( Surat ke - 101)


الْقَارِعَةُ (1

 مَا الْقَارِعَةُ (2

 وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ (3

 يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ (4

وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ 5

 فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ 6 

فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ (7

وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ (8

فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ (9 

وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ (10

 نَارٌ حَامِيَةٌ (11

 

(1) Hari Kiamat, 

(2) apakah hari Kiamat itu? 

(3) Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu? 

(4) Pada hari itu manusia adalah seperti laron yang bertebaran, 

(5) dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan.

(6). Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, 

(7) maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. 

(8) Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, 

(9) maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. 

(10) Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? 

(11) (Yaitu) api yang sangat panas.

 

 

 


 

Kenapa disebut Al - Qoriah? 

Karena peristiwa hari kiamat bisa membuat hati tercengang, saking dahsyatnya kejadian itu, kelak. 


Kelak, pada hari itu hati akan merasakan kegelisahan karena terkejut dan takut. 

 

Pernahkan terpikir kalau dunia ini akan porak poranda dan hancur luluh lantah? 

 

Gempa yang kemarin terjadi di Cianjur saja begitu meresahkan jiwa dan membuat ketakutan. Padahal kehancuran itu akibat bencana dan sifatnya temporer dan hanya terjadi ditempat kejadian saja, namun kita ikut merasakan ketakutan dan kegelisahan. 

Kelak, akan datang masa dimana kejadiannya akan lebih dahsyat berkali - kali lipat dari kejadian bencana yang pernah terjadi. Yakni ketika kiamat itu datang. 

 

Surat Al - Qoriah ini diceritakan kejadian ketika kiamat terjadi. Dikisahkan bagaimana keadaan kita manusia pada saat itu dan sesudahnya. 

 

Ayat 1

الْقَارِعَةُ

Hari Kiamat,

Kata Al-Qoriah adalah salah satu sebutan untuk hari kiamat yang digunakan oleh AL-Quran. Sama dengan al-Qiyamah, al - Haqqah, Al - Shokhoh, Al -Thammah dan al-Ghasyiah

 

Al-Qoriah = Suara yang sangat keras yang diakibatkan karena benturan dua benda. Atau bisa juga diartikan suara yang sangat mencekam, mengagetkan dan membuat takut hati dan pikiran. 

 

Suara yang dimaksud adalah suara tiupan sangkakala. 

 

Ayat 2 

مَا الْقَارِعَةُ

Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?

Ada pengulangan kata di ayat 2 ini. Yang menggambarkan rasa heran dan juga rasa yang mencekam. 

Ayat 3 

وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ

Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?

 

Pada kata maa adraaka adalah ungkapan yang digunakan untuk menggambarkan kehebatan sesuatu yang sulit dijangkau hakikatnya. 

Diulang yang ketiga kali untuk mengingatkan bahwa kiamat itu adalah kejadian yang sangat luar biasa. Kejadian yang maha dahsyat. 

 

Ayat 4

يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ

Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran,

Selain diartikan anai - anai, kata al faraasy juga diartikan belalang yang baru lahir. Mereka akan saling tindih dan bergerak ke berbagai arah, tidak menentu. 

Ketika kiamat terjadi, manusia akan seperti farosy, seperti hewan terbang yang berhamburan mengelilingi api. 

Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan bahwa al faraasy ini adalah hewan bersayap yang bodoh dan bingung ketika berada diatas api. Bisa diartkan laron. 

Manusia akan bertebaran, dalam jumlah banyak, lemah, hina dan terbang tidak tentu arahnya. 

Manusia akan dikagetkan dengan rasa kaget yang maha dahsyat, sehingga mereka berlarian tak tentu arah, berhamburan karena mereka dalam kebingungan. Tidak tahu apa yang akan mereka lakukan. 

Ayat 5

وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ

dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan.

Dijelaskan dalam ayat 5 ini bahwa kelak hari kiamat, gunung itu akan hancur lebur. Gunung kan kokoh banget yah, akan seperti bulu yang dihancurkan. Kebayang ya bagaimana gunung yang kokoh tiba - tiba menjadi bulu - bulu yang kecil yang beterbangan dan berserakan. 

Gunung yang sangat kokoh pun akan hancur, bagaimana manusia? Subhanallah. Kebayang bagaimana kondisi itu terjadi kelak? Subhanallah, betapa dahsyatnya dan mengerikannya hari kiamat itu. 

Ayat 6

فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ

Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya,

Allah jelaskan situasi hari kiamat, Allah juga jelaskan bagaimana keadaan manusia kala itu. Manusia itu akan terbagi menjadi dua, mereka yang mendapatkan kehormatan dan mereka yang mendapatkan kehinaan. 

Manusia yang mendapatkan kehormatan / kebahagiaan adalah mereka yang timbangannya berat, dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, maksud ayat ini adalah orang - orang yang kebaikannya lebih banyak dibanding kejelekannya. 

Jadi, apakah semua orang muslim atau non muslim akan ditimbang amalnya? 

Ada yang mengatakan semua manusia ditimbang, baik muslim atau kafir. Ada juga yang mengatakan hanya muslim saja, orang kafir langsung dimasukkan ke neraka. 

Muslim yang amal baiknya lebih banyak akan mendapatkan kehormatan dan kebahagiaan, karena akan menuju Surga. 

Ayat 7

فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ

maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.

Pada ayat ini memberikan isyarat bahwa kepuasan dan kenyaman hidup di akhirat itu bersambung, tidak terputus dan tidak akan berganti seperti di dunia yang kadang senang kadang susah. Tempat itu adalah Surga. 

Ayat 8

وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ

Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya,

Adalah mereka yang timbangan amal keburukannya itu lebih berat daripada timbangan amal kebaikannya. 

Orang yang mendapatkan kehinaan, orang yang akan kembali ke neraka sesuai dengan kadar amal jeleknya selama di dunia. Namun yang memiliki amal jelek ini bisa juga diampuni oleh Allah dan bisa masuk surga karena rahmat dan ampunan dari Allah. 

Ayat 9

فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ

maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.

Dijelaskan oleh Imam Ibnu Katsir, bahwa yang dimaksud ayat ini adalah orang yang paling sedikit pahalanya itu akan jatuh ke dalam neraka. Dengan posisi kepala ketika jatuh itu ada di bawah. 

Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abbas, Ikrimah dan Abu Sholeh, Imam Qatadah berkata : “Dia jatuh (turun) ke dalam neraka di atas kepalanya”

Dianalisa lagi lebih dalam, diartikan lebih sederhana pada ayat 9 ini bisa diartikan ibunya itu adalah Hawiyah (neraka), bisa diartikan ummun / ibu disini adalah rumah, yang kita tahu bahwa rumah paling nyaman itu adalah ibu, pelukan paling hangat adalah pelukan ibu, namun bagi mereka yang pahalanya sedikit, ibu yang harusnya menjadi tempat paling nyaman untuk berteduh, malah menjadi tempat yang paling panas, yaitu neraka hawiyah. 

Secara sederhana bisa juga diartikan “tempat kembali untuk orang - orang yang amal baiknya ringan itu adalah Hawiyah, neraka”.

Ayat 10

وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ

Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?

 

Ayat 11

نَارٌ حَامِيَةٌ

(Yaitu) api yang sangat panas.

Apa itu neraka Hawiyah? 

Dijelaskan para ulama tafsir, Hawiyah adalah salah satu nama neraka. Neraka ini adalah api yang teramat sangat panas, tidak bisa dibandingkan dengan api dunia. Api yang sangat panas, nyalanya sangat kuat dan gejolak apinya pun sangat kuat. 

Panasnya api neraka itu 70 kali lipat lebih panas dibandingkan api dunia. Dijelaskan juga oleh Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wasallam : 

“Api kalian merupakan salah satu dari 70 bagian dari api neraka jahanam. “

Api neraka lebih unggul di atasnya dengan 69 bagian. Yang masing-masing bagian seperti panasnya api dunia. (HR. Bukhari) 

Saking panasnya api neraka, siksa paling ringan saja akan membuat otak mendidih. 

“Sesungguhnya siksa penghuni neraka yang paling ringan adalah orang yang memakai dua sandal dari api neraka hingga otaknya mendidih karenanya.” (HR. Muslim)

 

INSIGHT SURAT AL-QORIAH 

Pada surat al - qoriah ini pada awalnya hanya menyebutkan nama hari kiamat, kemudian diikuti pernyataannya pada ayat kedua dan makin besar digambarkan betapa dahsyatnya pada hari itu. Digambarkan dua hal, kondisi manusia yang seperti anai - anai bertebaran dan juga gunung yang kokoh akan laksana bulu kecil yang berhamburan. 

Ngeri sekali jika dibayangkan tentang hari kiamat. 

Pernah Umar bin Abdul Aziz membaca sampai 5 ayat kemudian menjerit pedih dan sampai terjatuh, isterinya menduga beliau meninggal, namun ketika terbangun beliau lantas mengatakan “ Celakalah pada hari dimana manusia seperti anai - anai beterbangan dan gunung - gunung seperti bulu berhamburan”.

Setelah diberikan gambaran dahsyatnya hari kiamat, Allah kemudian tampilkan kondisi manusia sesudahnya. Manusia akan ditimbang dengan timbangan keadilan. Nasib manusia akan ditentukan dari hasil timbangan itu, jika timbangan amal kebaikannya berat maka akan masuk Surga, jika timbangan amal kebaikannya ringan maka akan dimasukkan ke dalam neraka yang sangat panas dengan gejolak api yang menyala - nyala. 

Semoga kita diselamatkan Allah pada hari kiamat kelak, semoga Allah perberat timbangan amal kebaikan kita dan masuk kedalam  Surga dengan Rahmat dan Keridhoan NYA .

Wallahu a’lam bish shawab. 


Tian Lustiana

Tafsir Ayat Kursi

Ayat kursi merupakan ayat ke - 255 dari surat Al-Baqarah. Pada setiap bacaan ayat kursi ini mengandung banyak makna tentang keutamaannya dan juga manfaat yang berarti dalam kehidupan kita. 



Bismillah, mari kita pelajari tentang tafsir / tadabbur dari ayat kursi. 


اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ


“Allah, tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia Yang hidup kekal serta terus menerus mengurus (makhluk).”

Allah adalah nama yang paling agung milik Allah ta’ala. Allah mengawali ayat ini dengan menegaskan kalimat tauhid yang merupakan intisari ajaran Islam dan seluruh syariat sebelumnya. Maknanya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Konsekuensinya tidak boleh memberikan ibadah apapun kepada selain Allah.



Al-Hayyu dan al-Qayyum adalah dua di antara al-Asma’ al-Husna yang Allah miliki. Al-Hayyu artinya Yang hidup dengan sendirinya dan selamanya. Al-Qayyum berarti bahwa semua membutuhkan-Nya dan semua tidak bisa berdiri tanpa Dia. Oleh karena itu, Syaikh Abdurrahman as-Sa’di mengatakan bahwa kedua nama ini menunjukkan seluruh al-Asma’ al-Husna yang lain.

Sebagian ulama berpendapat bahwa al-Hayyul Qayyum adalah nama yang paling agung. Pendapat ini dan yang sebelumnya adalah yang terkuat dalam masalah apakah nama Allah yang paling agung, dan semua nama ini ada di ayat kursi.

لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ


“Dia Tidak mengantuk dan tidak tidur.”

Maha Suci Allah dari segala kekurangan. Dia selalu menyaksikan dan mengawasi segala sesuatu. Tidak ada yang tersembunyi darinya, dan Dia tidak lalai terhadap hamba-hamba-Nya.

Allah mendahulukan penyebutan kantuk, karena biasanya kantuk terjadi sebelum tidur.

Barangkali ada yang mengatakan, “Menafikan kantuk saja sudah cukup sehingga tidak perlu menyebut tidak tidur; karena jika mengantuk saja tidak, apalagi tidur.”

Akan tetapi, Allah menyebut keduanya, karena bisa jadi (1) orang tidur tanpa mengantuk terlebih dahulu, dan (2) orang bisa menahan kantuk, tetapi tidak bisa menahan tidur. Jadi, menafikan kantuk tidak berarti otomatis menafikan tidur.

لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ


“Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi.”

Semesta alam ini adalah hamba dan kepunyaan Allah, serta di bawah kekuasaan-Nya. Tidak ada yang bisa menjalankan suatu kehendak kecuali dengan kehendak Allah.

مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ


“Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.”

Memberi syafaat maksudnya menjadi perantara bagi orang lain dalam mendatangkan manfaat atau mencegah bahaya. Inti syafaat di sisi Allah adalah doa. Orang yang mengharapkan syafaat Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berarti mengharapkan agar Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam mendoakannya di sisi Allah. Ada syafaat yang khusus untuk Nabi Muhammad, seperti syafaat untuk dimulainya hisab di akhirat, dan syafaat bagi penghuni surga agar pintu surga dibukakan untuk mereka. Ada yang tidak khusus untuk Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, seperti syafaat bagi orang yang berhak masuk neraka agar tidak dimasukkan ke dalamnya, dan syafaat agar terangkat ke derajat yang lebih tinggi di surga.

Jadi, seorang muslim bisa memberikan syafaat untuk orang tua, anak, saudara atau sahabatnya di akhirat. Akan tetapi, syafaat hanya diberikan kepada orang yang beriman dan meninggal dalam keadaan iman. Disyaratkan dua hal untuk mendapatkannya, yaitu:

1. Izin Allah untuk orang yang memberi syafaat.
2. Ridha Allah untuk orang yang diberi syafaat.

Oleh karena itu, seseorang tidak boleh meminta syafaat kecuali kepada Allah. Selain berdoa, hendaknya kita mewujudkan syarat mendapat syafaat; dengan meraih ridha Allah. Tentunya dengan menaatiNya menjalankan perintahNya semampu kita, dan meninggalkan semua laranganNya.

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ


“Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka.”

Ini adalah dalil bahwa ilmu Allah meliputi seluruh makhluk, baik yang ada pada masa lampau, sekarang maupun yang akan datang. Allah mengetahui apa yang telah, sedang, dan yang akan terjadi, bahkan hal yang ditakdirkan tidak ada, bagaimana wujudnya seandainya ada. Ilmu Allah sangat sempurna.

وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ


“Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah kecuali dengan apa yang dikehendaki-Nya.”

Tidak ada yang mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah ajarkan. Demikian pula ilmu tentang dzat dan sifat-sifat Allah. Kita tidak punya jalan untuk menetapkan suatu nama atau sifat, kecuali yang Dia kehendaki untuk ditetapkan dalam al-Quran dan al-Hadits.

وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ


“Kursi Allah meliputi langit dan bumi.”

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu menafsirkan kursi dengan berkata:

الكُرْسيُّ مَوْضِعُ قَدَمَيْهِ

“Kursi adalah tempat kedua telapak kaki Allah.” (HR. al-Hakim no. 3116, di hukumi shahih oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi)

Ahlussunnah menetapkan sifat-sifat seperti ini sebagaimana ditetapkan Allah dan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, sesuai dengan kegungan dan kemuliaan Allah tanpa menyerupakannya dengan sifat makhluk.

Ayat ini menunjukkan besarnya kursi Allah dan besarnya Allah. Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

مَا السَّمَاوَاتُ السَّبْع مَعَ الكُرْسِيِّ إِلاَّ كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْض فَلاَةٍ

“Tidaklah langit yang tujuh dibanding kursi kecuali laksana lingkaran anting yang diletakkan di tanah lapang.” (HR. Ibnu Hibban no.361, dihukumi shahih oleh Ibnu Hajar dan al-Albani)

وَلاَ يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا


“Dan Allah tidak terberati pemeliharaan keduanya.”

Seorang ibu, tentu merasakan betapa lelahnya mengurus rumah sendirian. Demikian juga seorang kepala desa, camat, bupati, gubernur atau presiden dalam mengurus wilayah yang mereka pimpin. Namun, tidak demikian dengan Allah yang Maha Kuat. Pemeliharaan langit dan bumi beserta isinya sangat ringan bagi-Nya. Segala sesuatu menjadi kerdil dan sederhana di depan Allah.

وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ


“Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

Allah memiliki kedudukan yang tinggi, dan dzat-Nya berada di ketinggian, yaitu di atas langit (di atas singgasana). Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bertanya kepada seorang budak perempuan: “Di mana Allah?”

Ia menjawab, “Di langit.”

Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bertanya, “Siapa saya?”

Ia menjawab, “Engkau adalah Rasulullah.”

Maka, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berkata kepada majikannya (majikan budak perempuan tersebut -ed), “Bebaskanlah ia, karena sungguh dia beriman!” (HR. Muslim no. 537)

Jelaslah bahwa keyakinan sebagian orang bahwa Allah ada dimana-mana bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Hadits.

Demikian pula Allah memiliki kedudukan yang agung dan dzatnya juga agung sebagaimana ditunjukkan oleh keagungan kursiNya dalam ayat ini.




Wallahu a’lam.


Tadabbur Surat Al - Humazah ( surah ke - 104 )


وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ . الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ . يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ . كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ . وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ . نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ . الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ . إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ . فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ




Artinya:

Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.



Surat al-Humazah ini adalah Makkiyah (diturunkan pada periode sebelum hijrah). Sebagaimana hal itu dijelaskan oleh para Ulama Tafsir seperti al-Qurthuby.


Tadabbur Surat Al - Humazah



Asbabun Nuzul


Asbabun Nuzul Surat Al Humazah dijelaskan oleh Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir. Muqatil mengatakan, surat ini turun mengenai Walid bin Mughirah. Dia selalu menggunjing Rasulullah ketika tidak berada di hadapan beliau dan mencela ketika berada di hadapan beliau.


Tak hanya Walid bin Mughirah, Umayyah bin Khalaf juga melakukan itu. Karenanya Muhammad bin Ishak dan Suhaili menyebut asbabun nuzul Surat Al Humazah terkait perbuatan Umayyah bin Khalaf.


Abu Hayyan menyebut nama lebih banyak. “Surat ini turun mengenai Akhnas bin Syariq, Ash bin Wail, Jaamil bin Mu’ammar, Walid bin Mughirah atau Umayyah bin Khalaf. Itu beberapa pendapat yang ada. Mungkin juga surat ini turun mengenai mereka semua. Dengan demikian, secara umum surat ini ditujukan kepada semua orang yang memiliki sifat-sifat ini."



Surat Al Humazah ayat 1


وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ


Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,



Kata wail (ويل) digunakan untuk menggambarkan kecelakaan dan kenistaan. Juga untuk mendoakan seseorang agar mendapatkan kecelakaan. Kata wail biasa diartikan kecelakaan. Dan banyak dipahami ulama sebagai kecelakaan yang akan terjadi di masa depan. Maka ayat pertama ini mengandung ancaman, bahwa akan celakalah humazah dan lumazah.


Ada pula yang berpendapat bahwa wail adalah nama satu lembah di neraka. Sehingga humazah dan lumazah akan disiksa di sana.


Kata humazah (همزة) merupakan bentuk jamak dari hammaaz (هماز). Ia berasal dari kata al hamz (الهمز) yang artinya tekanan dan dorongan yang keras. Huruf hamzah dinamai demikian karena ketika mengucapkannya posisi lidah berada di ujung tenggorokan sehingga dibutuhkan dorongan. Hamazatis syayathin (همزات الشياطين) berarti dorongan-dorongan syetan untuk melakukan kejahatan.


Dari arti itu, humazah berkembang menjadi mendorong orang lain dengan lisan. Yakni menggunjing, mengumpat dan mencela orang lain tidak di hadapannya.


Sedangkan kata lumazah (لمزة) merupakan bentuk jamak dari lammaaz (لماز). Ia berasal dari al lamz (المز) yang digunakan untuk menggambarkan ejekan yang mengundang tawa. Sebagian ulama mengartikan lumazah adalah mengejek dengan menggunakan isyarat mata atau tangan disertai kata-kata yang diucapkan secara berbisik.


Ibnu Katsir menafsirkan, humazah mencela dengan ucapan. Sedangkan lumazah mengejek dengan perbuatan.


Dalam Tafsir Al Munir dijelaskan, humazah adalah menggunjing dan mencela kehormatan manusia. Sedangkan lumazah artinya menghina, biasanya dengan isyarat alis, mata dan tangan.


Keduanya, humazah dan lumazah, akan celaka. Mereka akan disiksa dengan siksaan pedih karena perbuatannya. Ancaman ini tidak hanya berlaku bagi Walid bin Mughirah dan Umayyah bin Khalaf, namun juga berlaku bagi semua humazah dan lumazah baik yang hidup di masa dulu, masa kini maupun masa yang akan datang.



Surat Al - Humazah ayat 2

الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ

yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya


Pada ayat ini dijelaskan sifat tercela yang lain yaitu ambisi tinggi dalam mengumpulkan harta dan sangat kikir/ pelit.

Saking cintanya yang mendalam pada harta ia selalu menghitung-hitung ulang hartanya untuk memastikan tidak berkurang. Pagi dihitung, siang dihitung ulang, malam pegang kalkulator lagi (disarikan dari penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin). Bukan setiap penghitungan harta tercela. Justru kadangkala menjadi wajib atau sebaiknya dilakukan. Seperti menghitung harta untuk membayar zakat atau menghitung harta yang menjadi tanggungannya untuk memberi bagian pihak yang kerjasama bagi hasil dengannya agar tidak terdzhalimi sedikitpun, dan lainnya. 


Surat Al Humazah ayat 3


يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ


dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya,



Inilah panjang angan-angan itu. Ia tertipu dengan dunia sehingga merasa bahwa hartanya itu akan  membuatnya kekal.


Kata akhladahu (أخلده) berasal dari kata al khuld (الخلد) yang artinya kekal. Dalam ayat ini digunakan bentuk kata kerja lampau (fi’il madhi) tetapi maksudnya adalah masa datang (mudhari’). Mengisyaratkan persangkaannya itu sangat mantap seperti kepastian yang pasti terjadi. Ia merasa selamanya akan dalam kondisi itu, banyak harta, banyak pengikut, memiliki kekuasaan.


Mungkin saja ia masih sadar bahwa dirinya akan mati. Tetapi ia tidak pernah menyiapkan bekal untuk menghadapi kehidupan setelah kematian. Seakan-akan ia hidup abadi di dunia ini dengan hartanya.


Banyaknya harta pada dirinya menyebabkan ia panjang angan-angan, seakan-akan ia akan hidup selamanya: ingin beli ini, kemudian beli itu, kemudian bikin bangunan ini, dan keinginan duniawi lainnya. 


Setiap manusia sangat yakin akan datangnya kematian. Namun kebanyakan amal perbuatannya tidak menunjukkan keyakinan bahwa ia akan mati. Terus menerus menumpuk harta dan kemewahan dunia, lupa dengan akhirat.



Surat Al Humazah ayat 4


كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ


sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.



Allah menegaskan bahwa apa yang ia sangka benar-benar keliru. Ia tidak mungkin kekal di dunia ini. Bahkan orang yang suka mengumpulkan harta dan suka mencela itu akan dilemparkan ke dalam neraka.



Kata al huthamah (الحطمة) berasal dari kata hathama (حطم) yang artinya hancur. Dengan demikian secara bahasa, al huthamah artinya sangat menghancurkan dan membinasakan.


al-Huthomah adalah salah satu nama Neraka. Disebut al-Huthomah dari kata hathoma (huruf inti: ha’-tho’-mim) yang artinya : penghancur atau pembinasa. Dinamakan demikian karena setiap orang yang dilemparkan ke dalamnya akan hancur dan luluh lantak binasa. Sebagaimana jika semut-semut diinjak-injak, dilindas, dan digilas oleh rombongan pasukan berkendaraan maupun berjalan kaki.



Surat Al Humazah ayat 5 


وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ



Tahukah kalian apakah al-Huthomah itu?


“tahukah kalian apakah al-Huthomah itu” adalah ungkapan untuk membangkitkan kengerian dan ketakutan yang dahsyat terhadapnya. Bahwa itu bukanlah suatu hal yang biasa, namun justru di luar akal manusia untuk menjelaskannya. 




Surat Al Humazah ayat 6

نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ



 (Yaitu) Api Allah yang dinyalakan


Api tersebut dinyalakan atas perintah Allah, bukan api yang dinyalakan oleh raja-raja dunia. Sehingga tentu saja akibat adzab yang ditimbulkannya tidak bisa dibayangkan, sungguh sangat mengerikan dan menakutkan (lihat penjelasan dalam Ruuhul Ma’aaniy karya al-Aluusiy dan Fathul Qodiir karya asy-Syaukaaniy).



Surat Al Humazah ayat 7 


الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ


yang (membakar) sampai ke hati.



Api ini membakar seluruh tubuhnya hingga hatinya. Hatinya dibakar sebab ia  adalah tempat kemusyrikan dan kekufuran. Hatinya dibakar karena menampung segala kedurhakaan.


Api dunia rasa panasnya dirasakan oleh kulit yang bersentuhan langsung dengannya saja, sedangkan api akhirat akan dirasakan hingga hati. Dalam kehidupan dunia, jika rasa sakit telah mencapai hati (jantung), maka itu akan menyebabkan kematian. Namun, di akhirat tidak ada kematian, hanya saja diibaratkan rasa sakit yang dahsyat itu seakan-akan seperti mengakibatkan kematian (disarikan dari Tafsir al-Qurthubiy).


Surat Al Humazah ayat 8


إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ


Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,



Hal ini semakna dengan firman Allah pada ayat terakhir dalam surat al-Balad:

عَلَيْهِمْ نَارٌ مُؤْصَدَةٌ

Di atas mereka api yang tertutup (rapat) (Q.S al-Balad ayat 20)

Qotadah –seorang Tabi’i- menjelaskan: tertutup (rapat) tidak ada cahaya dan tidak ada celah (sedikitpun) dan mereka (kaum kafir, pent) tidak bisa keluar darinya selama-lamanya (Tafsir Ibn Katsir surat al-Balad ayat 20)

Artinya, setelah masuk ke sana mereka tidak akan dikeluarkan lagi. Dikunci mati di dalamnya,” tulis Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar.

Sungguh sangat berat tak terperikan siksaan itu. Seorang yang dikurung dalam ruang sempit yang pengap saja sudah sangat menyiksa, bagaimana lagi jika dinyalakan api hingga terbakar di dalamnya. Ini kehidupan di akhirat, jelas lebih dahsyat dibandingkan rasa tersiksanya seorang yang terkurung dalam mobil atau kamar yang sempit tak ada ventilasi sedikitpun dan ia terbakar di dalamnya.
Semoga Allah melindungi kita semua dari hal itu.


Surat Al Humazah ayat 9 

فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ

Arti Kalimat: pada tiang-tiang yang dipancangkan (dibentangkan)

Muqatil Ibnu Hayyan menjelaskan, “Pintu-pintu neraka tertutup atas mereka. Kemudian neraka tersebut dikuatkan dengan tiang-tiang dari besi. Tidak ada satu pun pintu yang dibuka bagi mereka dan tidak ada udara yang masuk ke mereka.”


Tiang-tiang itu dibentangkan pada setiap sudut sehingga orang-orang yang diadzab itu tidak bisa membuka pintu atau keluar darinya (penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin dalam Tafsir Juz Amma)





Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Qur’an menyebutkan, lukisan pemandangan siksaan dalam surat ini sangat sesuai dengan tindakan mereka yang suka mengumpat dan mencela, suka mencaci dan memaki. Bahkan redaksi ayat dalam surat ini berbeda dari surat-surat lainnya. Tekanan suara pada lafal-lafal ayat menujukkan kekerasannya.


Begitu tegas Allah mengancam dan menunjukkan gambaran siksanya atas orang yang suka mengumpat dan mencela menunjukkan betapa hinanya tindakan mereka. Dan Dia mengingatkan kepada orang-orang beriman agar jangan sampai jiwa mereka dihinggapi moralitas yang hina dina ini.



Semoga menguatkan iman dan akhlak kita, terhindar dari sifat mengumpat dan mencela. Aamiin Yaa Rabbalalamin. 


Wallahu a’lam bish shawab.





referensi : 


-Bersamadakwah.net 

_Bekalislam.com