Tadabbur Surat Al - Humazah ( surah ke - 104 )


وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ . الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ . يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ . كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ . وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ . نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ . الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ . إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ . فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ




Artinya:

Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.



Surat al-Humazah ini adalah Makkiyah (diturunkan pada periode sebelum hijrah). Sebagaimana hal itu dijelaskan oleh para Ulama Tafsir seperti al-Qurthuby.


Tadabbur Surat Al - Humazah



Asbabun Nuzul


Asbabun Nuzul Surat Al Humazah dijelaskan oleh Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir. Muqatil mengatakan, surat ini turun mengenai Walid bin Mughirah. Dia selalu menggunjing Rasulullah ketika tidak berada di hadapan beliau dan mencela ketika berada di hadapan beliau.


Tak hanya Walid bin Mughirah, Umayyah bin Khalaf juga melakukan itu. Karenanya Muhammad bin Ishak dan Suhaili menyebut asbabun nuzul Surat Al Humazah terkait perbuatan Umayyah bin Khalaf.


Abu Hayyan menyebut nama lebih banyak. “Surat ini turun mengenai Akhnas bin Syariq, Ash bin Wail, Jaamil bin Mu’ammar, Walid bin Mughirah atau Umayyah bin Khalaf. Itu beberapa pendapat yang ada. Mungkin juga surat ini turun mengenai mereka semua. Dengan demikian, secara umum surat ini ditujukan kepada semua orang yang memiliki sifat-sifat ini."



Surat Al Humazah ayat 1


وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ


Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,



Kata wail (ويل) digunakan untuk menggambarkan kecelakaan dan kenistaan. Juga untuk mendoakan seseorang agar mendapatkan kecelakaan. Kata wail biasa diartikan kecelakaan. Dan banyak dipahami ulama sebagai kecelakaan yang akan terjadi di masa depan. Maka ayat pertama ini mengandung ancaman, bahwa akan celakalah humazah dan lumazah.


Ada pula yang berpendapat bahwa wail adalah nama satu lembah di neraka. Sehingga humazah dan lumazah akan disiksa di sana.


Kata humazah (همزة) merupakan bentuk jamak dari hammaaz (هماز). Ia berasal dari kata al hamz (الهمز) yang artinya tekanan dan dorongan yang keras. Huruf hamzah dinamai demikian karena ketika mengucapkannya posisi lidah berada di ujung tenggorokan sehingga dibutuhkan dorongan. Hamazatis syayathin (همزات الشياطين) berarti dorongan-dorongan syetan untuk melakukan kejahatan.


Dari arti itu, humazah berkembang menjadi mendorong orang lain dengan lisan. Yakni menggunjing, mengumpat dan mencela orang lain tidak di hadapannya.


Sedangkan kata lumazah (لمزة) merupakan bentuk jamak dari lammaaz (لماز). Ia berasal dari al lamz (المز) yang digunakan untuk menggambarkan ejekan yang mengundang tawa. Sebagian ulama mengartikan lumazah adalah mengejek dengan menggunakan isyarat mata atau tangan disertai kata-kata yang diucapkan secara berbisik.


Ibnu Katsir menafsirkan, humazah mencela dengan ucapan. Sedangkan lumazah mengejek dengan perbuatan.


Dalam Tafsir Al Munir dijelaskan, humazah adalah menggunjing dan mencela kehormatan manusia. Sedangkan lumazah artinya menghina, biasanya dengan isyarat alis, mata dan tangan.


Keduanya, humazah dan lumazah, akan celaka. Mereka akan disiksa dengan siksaan pedih karena perbuatannya. Ancaman ini tidak hanya berlaku bagi Walid bin Mughirah dan Umayyah bin Khalaf, namun juga berlaku bagi semua humazah dan lumazah baik yang hidup di masa dulu, masa kini maupun masa yang akan datang.



Surat Al - Humazah ayat 2

الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ

yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya


Pada ayat ini dijelaskan sifat tercela yang lain yaitu ambisi tinggi dalam mengumpulkan harta dan sangat kikir/ pelit.

Saking cintanya yang mendalam pada harta ia selalu menghitung-hitung ulang hartanya untuk memastikan tidak berkurang. Pagi dihitung, siang dihitung ulang, malam pegang kalkulator lagi (disarikan dari penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin). Bukan setiap penghitungan harta tercela. Justru kadangkala menjadi wajib atau sebaiknya dilakukan. Seperti menghitung harta untuk membayar zakat atau menghitung harta yang menjadi tanggungannya untuk memberi bagian pihak yang kerjasama bagi hasil dengannya agar tidak terdzhalimi sedikitpun, dan lainnya. 


Surat Al Humazah ayat 3


يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ


dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya,



Inilah panjang angan-angan itu. Ia tertipu dengan dunia sehingga merasa bahwa hartanya itu akan  membuatnya kekal.


Kata akhladahu (أخلده) berasal dari kata al khuld (الخلد) yang artinya kekal. Dalam ayat ini digunakan bentuk kata kerja lampau (fi’il madhi) tetapi maksudnya adalah masa datang (mudhari’). Mengisyaratkan persangkaannya itu sangat mantap seperti kepastian yang pasti terjadi. Ia merasa selamanya akan dalam kondisi itu, banyak harta, banyak pengikut, memiliki kekuasaan.


Mungkin saja ia masih sadar bahwa dirinya akan mati. Tetapi ia tidak pernah menyiapkan bekal untuk menghadapi kehidupan setelah kematian. Seakan-akan ia hidup abadi di dunia ini dengan hartanya.


Banyaknya harta pada dirinya menyebabkan ia panjang angan-angan, seakan-akan ia akan hidup selamanya: ingin beli ini, kemudian beli itu, kemudian bikin bangunan ini, dan keinginan duniawi lainnya. 


Setiap manusia sangat yakin akan datangnya kematian. Namun kebanyakan amal perbuatannya tidak menunjukkan keyakinan bahwa ia akan mati. Terus menerus menumpuk harta dan kemewahan dunia, lupa dengan akhirat.



Surat Al Humazah ayat 4


كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ


sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.



Allah menegaskan bahwa apa yang ia sangka benar-benar keliru. Ia tidak mungkin kekal di dunia ini. Bahkan orang yang suka mengumpulkan harta dan suka mencela itu akan dilemparkan ke dalam neraka.



Kata al huthamah (الحطمة) berasal dari kata hathama (حطم) yang artinya hancur. Dengan demikian secara bahasa, al huthamah artinya sangat menghancurkan dan membinasakan.


al-Huthomah adalah salah satu nama Neraka. Disebut al-Huthomah dari kata hathoma (huruf inti: ha’-tho’-mim) yang artinya : penghancur atau pembinasa. Dinamakan demikian karena setiap orang yang dilemparkan ke dalamnya akan hancur dan luluh lantak binasa. Sebagaimana jika semut-semut diinjak-injak, dilindas, dan digilas oleh rombongan pasukan berkendaraan maupun berjalan kaki.



Surat Al Humazah ayat 5 


وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ



Tahukah kalian apakah al-Huthomah itu?


“tahukah kalian apakah al-Huthomah itu” adalah ungkapan untuk membangkitkan kengerian dan ketakutan yang dahsyat terhadapnya. Bahwa itu bukanlah suatu hal yang biasa, namun justru di luar akal manusia untuk menjelaskannya. 




Surat Al Humazah ayat 6

نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ



 (Yaitu) Api Allah yang dinyalakan


Api tersebut dinyalakan atas perintah Allah, bukan api yang dinyalakan oleh raja-raja dunia. Sehingga tentu saja akibat adzab yang ditimbulkannya tidak bisa dibayangkan, sungguh sangat mengerikan dan menakutkan (lihat penjelasan dalam Ruuhul Ma’aaniy karya al-Aluusiy dan Fathul Qodiir karya asy-Syaukaaniy).



Surat Al Humazah ayat 7 


الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ


yang (membakar) sampai ke hati.



Api ini membakar seluruh tubuhnya hingga hatinya. Hatinya dibakar sebab ia  adalah tempat kemusyrikan dan kekufuran. Hatinya dibakar karena menampung segala kedurhakaan.


Api dunia rasa panasnya dirasakan oleh kulit yang bersentuhan langsung dengannya saja, sedangkan api akhirat akan dirasakan hingga hati. Dalam kehidupan dunia, jika rasa sakit telah mencapai hati (jantung), maka itu akan menyebabkan kematian. Namun, di akhirat tidak ada kematian, hanya saja diibaratkan rasa sakit yang dahsyat itu seakan-akan seperti mengakibatkan kematian (disarikan dari Tafsir al-Qurthubiy).


Surat Al Humazah ayat 8


إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ


Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,



Hal ini semakna dengan firman Allah pada ayat terakhir dalam surat al-Balad:

عَلَيْهِمْ نَارٌ مُؤْصَدَةٌ

Di atas mereka api yang tertutup (rapat) (Q.S al-Balad ayat 20)

Qotadah –seorang Tabi’i- menjelaskan: tertutup (rapat) tidak ada cahaya dan tidak ada celah (sedikitpun) dan mereka (kaum kafir, pent) tidak bisa keluar darinya selama-lamanya (Tafsir Ibn Katsir surat al-Balad ayat 20)

Artinya, setelah masuk ke sana mereka tidak akan dikeluarkan lagi. Dikunci mati di dalamnya,” tulis Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar.

Sungguh sangat berat tak terperikan siksaan itu. Seorang yang dikurung dalam ruang sempit yang pengap saja sudah sangat menyiksa, bagaimana lagi jika dinyalakan api hingga terbakar di dalamnya. Ini kehidupan di akhirat, jelas lebih dahsyat dibandingkan rasa tersiksanya seorang yang terkurung dalam mobil atau kamar yang sempit tak ada ventilasi sedikitpun dan ia terbakar di dalamnya.
Semoga Allah melindungi kita semua dari hal itu.


Surat Al Humazah ayat 9 

فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ

Arti Kalimat: pada tiang-tiang yang dipancangkan (dibentangkan)

Muqatil Ibnu Hayyan menjelaskan, “Pintu-pintu neraka tertutup atas mereka. Kemudian neraka tersebut dikuatkan dengan tiang-tiang dari besi. Tidak ada satu pun pintu yang dibuka bagi mereka dan tidak ada udara yang masuk ke mereka.”


Tiang-tiang itu dibentangkan pada setiap sudut sehingga orang-orang yang diadzab itu tidak bisa membuka pintu atau keluar darinya (penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin dalam Tafsir Juz Amma)





Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Qur’an menyebutkan, lukisan pemandangan siksaan dalam surat ini sangat sesuai dengan tindakan mereka yang suka mengumpat dan mencela, suka mencaci dan memaki. Bahkan redaksi ayat dalam surat ini berbeda dari surat-surat lainnya. Tekanan suara pada lafal-lafal ayat menujukkan kekerasannya.


Begitu tegas Allah mengancam dan menunjukkan gambaran siksanya atas orang yang suka mengumpat dan mencela menunjukkan betapa hinanya tindakan mereka. Dan Dia mengingatkan kepada orang-orang beriman agar jangan sampai jiwa mereka dihinggapi moralitas yang hina dina ini.



Semoga menguatkan iman dan akhlak kita, terhindar dari sifat mengumpat dan mencela. Aamiin Yaa Rabbalalamin. 


Wallahu a’lam bish shawab.





referensi : 


-Bersamadakwah.net 

_Bekalislam.com


Tadabbur Al-Qur’an Surat Al-Ashr ( surah ke - 103 )

 بسم الله الرحمن الرحيم



وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)


Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.



Al-Ashr artinya zaman atau masa, padanya manusia bergerak melakukan perbuatan baik ataupun perbuatan buruk. Ada juga yang berpendapat lain, seperti diriwayatkan oleh Zaid Ibnu Aslam bahwa makna yang dimaksud adalah waktu Ashar. Namun arti yang terkenal adalah arti Al - Ashr itu zaman atau masa. 



Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan bahwa manusia itu benar - benar dalam kerugian, rugi dan juga binasa . Kecuali orang - orang yang beriman dan suka mengerjakan amal saleh. 

Jenis manusia yang terhindar dari kerugian dan kebinasaan adalah mereka yang beriman hatinya dan juga beriman seluruh anggota tubuhnya dengan mengerjakan amal - amal saleh. Juga saling menasehati supaya selalu melakukan kebenaran, melakukan semua yang Allah perintahkan dan juga meninggalkan apa yang Allah larang. Serta saling memberikan nasihat supaya tetap dalam koridor kebenaran dan kesabaran. 

 

Ayat 1 

Dalam ayat ini Allah Ta’ala bersumpah dengan masa, waktu yang kita lalui dalam hidup, zaman yang kita lalui, masa demi masa yang terjadi dengan banyak kejadian yang menjadi bukti atas kekuasaan Allah Ta’ala yang mutlak, serta hikmah Allah Ta’ala yang tinggi, ilmu yang sangat luas. 

Al - Ashr juga bisa diberikan makna waktu / umur. Umur ini merupakan nikmat yang sangat besar yang Allah berikan kepada kita supaya kita gunakan untuk beribadah kepada Allah Ta’ala. 

Kata Al-Ashr juga bisa diartikan waktu Ashr, yaitu waktu petang hari ketika bayang - bayang badan sudah lebih panjang dari badan kita. 

Dikatakan Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar mengutip apa yang disampaikan Muhammad Abduh bahwa sudah menjadi kebiasaan bangsa Arab jika sudah sore hari, mereka duduk bercakap - cakap membicarakan soal hidup dan cerita lain tentang urusan sehari - hari. Banyak percakapan yang melantur bahkan sampai terjadi pertengkaran, sakit hati dan bermusuhan. Maka dari itu ada yang mengutuk waktu ashar, mengatakan waktu Ashar adalah waktu yang celaka atau naas, karena banyak hal yang tidak enak terjadi pada waktu itu. 

Maka, datanglah ayat ini yang memberikan peringatan. BUkan waktu ASharnya yang salah namun manusianya yang salah mempergunakan waktu, waktu tidak dipergunakan dengan sebaiknya, malah digunakan untuk bercakap - cakap yang tidak tahu ujungnya. Jika manusia bisa memanfaatkan waktu ashar dengan baik maka waktu akan memberikan manfaat. 

Allah Ta’ala menjadikan “Masa” menjadi sumpah supaya diperhatikan oleh manusia dan tidak disia - siakan atau diabaikan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 

“Dua kenikmatan yang kebanyakan orang lalai di dalamnya; kesehatan, dan waktu senggang” (HR. At Tirmidzi no. 2304, dari shahabat Abdullah bin Abbas).

Makanya, manusia harus memperhatikan waktu, masa dan umur dengan sebaiknya karena kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Ta’aka. 

Ayat 2 

Allah Ta’ala mengungkapkan bahwa manusia itu sebagai mahluk Allah yang dalam keadaan merugi / dalam kondisi kerugian. 

Lafazh al-insan dalam ayat ini secara kaidah tata bahasa Arab mencakup manusia yang umum tanpa kecuali, tidak memandang agama, jenis kelamin, status, martabat dan juga jabatan. Disebutkan semua manusia dalam keadaan celaka dan rugi, kecuali manusia yang memiliki empat sifat yang dijelaskan pada ayat 3. 

 

Ayat 3

Dijelaskan pada ayat ini supaya manusia tidak berada dalam kerugian, harus memenuhi empat syarat. Yaitu, beriman, beramal saleh, saling menasehati dalam kebenaran & saling menasehati dalam kesabaran. 

Sebagian ulama menjelaskan bahwa dalam agama ini, ada pengetahuan dan pengamalan. Keyakinan dan juga perbuatan. Iman itu adalah pengetahuan dan keyakinan. Amal saleh adalah pengamalan dan perbuatan , sedangkan saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran adalah dakwah yang merupakan bentuk amal saleh supaya orang lain juga beriman dan beramal saleh. 

Sesungguhnya kita sebagai manusia mendambakan kesuksesan, keberuntungan dan juga kebahagiaan dunia akhirat. Mari kita jalankan dan amalkan kandungan surat Al Ashr ini sesuai perintah Allah dan contoh Rasulullah. Semoga kita semua senantiasa dalam kebaikan dunia akhirat, aamiin. 

 

 

Terimakasih,

Wassalam,

Tian Lustiana 

 

 

Sumber : 

https://tarbawiyah.com/

https://bersamadakwah.net/

https://alhikmah.ac.id/ 

Tafsir Singkat Surat Al Ashr

 

Bagaimanakah menjadi orang yang sukses? Sukses yang dimaksud di sini bukan hanya untuk diri sendiri, namun juga bisa menyelamatkan orang lain. Sukses inilah yang selamat dari kerugian di dunia dan akhirat. Simak tafsir surat Al ‘Ashr berikut.

 

Allah Ta’ala berfirman,

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).


 


Demi Masa

Allah bersumpah dengan al ‘ashr, yang dimaksud adalah waktu atau umur. Karena umur inilah nikmat besar yang diberikan kepada manusia. Umur ini yang digunakan untuk beribadah kepada Allah. Karena sebab umur, manusia menjadi mulia dan jika Allah menetapkan, ia akan masuk surga.

 

Manusia Benar-Benar dalam Kerugian

Manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kerugian di sini adalah lawan dari keberuntungan. Kerugian sendiri ada dua macam kata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah.

Yang pertama, kerugian mutlak yaitu orang yang merugi di dunia dan akhirat. Ia luput dari nikmat dan mendapat siksa di neraka jahim.


Yang kedua, kerugian dari sebagian sisi, bukan yang lainnya. Allah mengglobalkan kerugian pada setiap manusia kecuali yang punya empat sifat: (1) iman, (2) beramal sholeh, (3) saling menasehati dalam kebenaran, (4) saling menasehati dalam kesabaran.

 

1- Mereka yang Memiliki Iman

Yang dimaksud dengan orang yang selamat dari kerugian yang pertama adalah yang memiliki iman. Syaikh As Sa’di menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah perintah beriman kepada Allah dan beriman kepada-Nya tidak diperoleh kecuali dengan ilmu. Iman itu diperoleh dari ilmu.

Syaikh Sholeh Alu Syaikh berkata bahwa iman di dalamnya harus terdapat perkataan, amalan dan keyakinan. Keyakinan (i’tiqod) inilah ilmu. Karena ilmu berasal dari hati dan akal. Jadi orang yang berilmu jelas selamat dari kerugian.

 

2- Mereka yang Beramal Sholeh

Yang dimaksud di sini adalah yang melakukan seluruh kebaikan yang lahir maupun yang batin, yang berkaitan dengan hak Allah maupun hak manusia, yang wajib maupun yang sunnah.


3- Mereka yang Saling Menasehati dalam Kebenaran

Yang dimaksud adalah saling menasehati dalam dua hal yang disebutkan sebelumnya. Mereka saling menasehati, memotivasi, dan mendorong untuk beriman dan melakukan amalan sholeh.


4- Mereka yang Saling Menasehati dalam Kesabaran

Yaitu saling menasehati untuk bersabar dalam ketaatan kepada Allah dan menjauhi maksiat, juga sabar dalam menghadapi takdir Allah yang dirasa menyakitkan. Karena sabar itu ada tiga macam: (1) sabar dalam melakukan ketaatan, (2) sabar dalam menjauhi maksiat, (3) sabar dalam menghadapi takdir Allah yang terasa menyenangkan atau menyakitkan.


Sukses pada Diri dan Orang Lain

Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Dua hal yang pertama (iman dan amal sholeh) untuk menyempurnakan diri manusia. Sedangkan dua hal berikutnya untuk menyempurnakan orang lain. Seorang manusia menggapai kesempurnaan jika melakukan empat hal ini. Itulah manusia yang dapat selamat dari kerugian dan mendapatkan keberuntungan yang besar.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 934).


Sudah Mencukupi dengan Surat Al ‘Ashr

Seandainya Allah menjadikan hujjah hanya dengan surat Al ‘Ashr ini, maka itu sudah menjadikan hujjah kuat pada manusia. Jadi manusia semuanya berada dalam kerugian kecuali yang memiliki empat sifat: (1) berilmu, (2) beramal sholeh, (3) berdakwah, dan (4) bersabar.

Imam Syafi’i rahimahullah pernah berkata,

هذه السورة لو ما أنزل الله حجة على خلقه إلا هي لكفتهم

“Seandainya Allah menjadikan surat ini sebagai hujjah pada hamba-Nya, maka itu sudah mencukupi mereka.” Sebagaimana hal ini dinukil oleh Syaikh Muhammad At Tamimi dalam Kitab Tsalatsatul Ushul.

Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang sukses dan selamat dari kerugian dunia lan akhirat.

 



Sumber https://rumaysho.com



Doa Agar diwafatkan dalam Keadaan Islam

Alhamdulillahi rabbil'aalamiin, wash-sholaatu wassalaamu 'ala isyrofil anbiyaa i walmursaliin, wa'alaa alihi washohbihii ajma'iin ammaba'adu


Bismillah, pada postingan kali ini saya akan share doa supaya kita diwafatkan dalam keadaan islam dan tergolong dalam orang - orang yang saleh, aamiin Allahummaamiin. 


 أَنتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ



Anta waliyyii fid-dunyaa wal aakhiroh, tawaffanii musliman, wa alhiqnii bish-shoolihiin.




Artinya : 

Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. (Yusuf [12]: 101).


Doa dari kajian ustadz Syafiq Riza Basalamah. 


Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu an laa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika. 



Wassalamualaikum

TAFSIR SURAT AL-KAFIRUN

                                                        SURAT AL-KAFIRUN

Surat ke-109

Makkiyah 



قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ . لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ . وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ . وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ . وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ . لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ


Artinya:

Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.




Surat Al-Kafirun ini ada enam ayat. Dinamakan surat Al-Kafirun yang berarti orang - orang kafir. Dalam surat ini diperintahkan kepada Rasulullah untuk berbicara kepada orang - orang kafir bahwa beliau tidak akan menyembah berhala yang orang - orang kafir sembah. 


Surat Al-Kafirun ini memiliki nama lain, yaitu surat Al ‘ ibadah. Karena dalam surat ini menegaskan bahwa ibadah hanya kepada allah dan tidak akan pernah ibadah kepada selain Allah. Nama lainnya : surat Al Munabadzah dan Muqasyqasyah / muqasyqisyah (penyembuh) karena di dalam surat Al - Kafirun ini kandungannya menyembuhkan dan menghilangkan dari segala penyakit kemusyrikan. 


ASBABUN NUZUL 


Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa orang - orang kafir Quraisy itu pernah mengajak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyembah berhala yang mereka sembah selama satu tahun, kemudian mereka akan menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala selama satu tahun juga. Karena alasan inilah, Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan surat Al - Kafirun ini. 


Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Walid bin Mughirah, Ash bin Wail, Aswad bin Abdul Muthalib dan Umayyah bin Khalaf menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu kemudian berkata “Wahai Muhammad, marilah kami menyembah Tuhan yang kamu sembah dan kamu menyembah Tuhan yang kami sembah. Kita bersama-sama ikut serta dalam perkara ini. Jika ternyata agamamu lebih baik dari agama kami, kami telah ikut serta dan mengambil keuntungan kami dalam agamamu. Jika ternyata agama kami lebih baik dari agamamu, kamu telah ikut serta dan mengambil keuntunganmu dalam agama kami.”


Penawaran yang sangat konyol, maka turunlah surat Al-Kafirun ini sebagai jawaban tegas. Bahwa Rasulullah berlepas diri dari agama mereka, dan tetap teguh pada agama yang dipegang, yakni agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. 

Ayat 1

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ

Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,

Dalam ayat pertama ini, kata qul “katakanlah” merupakan firman Allah dan juga merupakan perintahNYA supaya Rasulullah menyampaikan ayat ini kepada orang - orang kafir, khususnya kafir quraisy. Sebagai jawaban atas tawaran mereka. 

Kata Al Kaafiruun, asalnya dari kata Kafara yang artinya menutup. Disebutkan kafir karena hati mereka tertutup, belum menerima hidayah. Karena siapapun yang tidak  menerima Islam , maka masuk ke dalam golongan orang Kafir. Baik itu orang - orang musyrik ataupun ahli kitab, dijelaskan pula dalam firmanNYA :

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (QS. Al Bayyinah: 6)

AYAT 2

لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ

aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.

Dalam ayat 2 ini, kata a’budu itu adalah bentuk kata kerja masa kini dan akan datang. Merupakan penegasan bahwa Rasulullah itu tidak akan menyembah tuhan yang mereka sembah, baik masa sekarang ataupun dimasa depan. 

Makna maa ta’buduun adalah berhala - berhala dan sekutu  - sekutu yang mereka ada - adakan, Rasulullah tidak akan menyembah apa yang mereka sembah, tidak akan memenuhi ajakan orang kafir seumur hidupnya.

AYAT 3 

 

وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang - orang kafir itu juga tidak akan menyembah Tuhan yang disembah Rasulullah. 

AYAT 4 

 

وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ

Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah

Kata ‘abadtum ini merupakan bentuk kata kerja masa lampau berbeda dengan kata ta’budun pada ayat 2 , perbedaannya menunjukan bahwa apa yang mereka sembah di masa kini dan besok bisa beda dengan apa yang mereka sembah kemarin. Sedangkan untuk Allah yang disembah Rasulullah, digunakan kata maa a’bud yang menunjukkan konsistensi ibadah dan ketaatan yang hanya kepada Allah, tidak akan pernah berubah. 

AYAT 5

 

وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.

Ditegaskan bahwa apa yang beliau sembah  tidak akan pernah berubah. Ayat ini adalah penegasan terhadap ayat sebelumnya, supaya tidak ada salah paham dan kesamaran lagi. 

AYAT 6

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.

Dalam ayat ini, kata diin yang artinya agama, balasan , kepatuhan dan ketaatan. Jika diartinya sebagai agama, bukan beratu Rasulullah mengakui kebenaran agama mereka namun mempersilakan mereka untuk menganut apa yang mereka yakini. 

 

Surat Al Kafirun ini adalah jawaban tegas bahwa dalam urusan aqidah tidak ada kompromi, dalam ibadah jangan ada negosiasi. Semoga Allah memberikan saya keteguhan iman untuk selalu beribadah dan menyembah Allah sampai akhir hayat, aamiin. 




Wassalam, 

08 Juli 2022 / 08 Dzulhijjah 1443 H


Tian Lustiana